Tuesday, March 16, 2010

Konsep Diri


Ketika saya sedang membuka-buka kumpulan materi-materi yang pernah saya dapat, saya menemukan sebuah meteri yang menurut saya cukup Luar Biasa. Materi berikut disampaikan oleh Ust. Suherman ketika saya mengikuti Dauroh Mentor yang diadakan oleh Keluarga Muslim IM Telkom. Seketika..ntah kenapa saya bersi keras untuk membuat resume mengenai materi tersebut. Ya..itu semata-mata saya ingin berbagi ilmu saja. Semoga bermanfaat.

Kebanyakan orang tidak pernah menggunakan daya pikirnya, sekali pun untuk merenungkan dan mempertanyakan keberadaan dirinya sendiri. Siapa aku sebenarnya? Sebenarnya kenapa aku hidup? Apa tujuan hidup sebenarnya? Dan bagaimana aku hidup yang benar? Sudahkah aku memeluk agama yang benar? Pertanyaan-pertanyaan itu cukup "sederhana". Namun, ternyata persoalan yang muncul dari pertanyaan "sederhana" itu lebih dalam dan rumit daripada jawaban yang diharapkan. Padahal jawaban atas pertanyaan itu adalah hakikat hidup kita.

Manusia yang tidak tahu mengenai hakikat hidupnya adalah ia pula yang tidak mempunyai visi dalam hidupnya. Dan akibat dari hal tersebut adalah menjadikan hidup seorang manusia menjadi tidak jelas arah dan tujuannya. Mereka tidak pernah memikirkan mengenai arti hidup yang sesungguhnya. Berarti, mereka tidak memahami KONSEP DIRI mereka.


”Sesungguhnya, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya” (QS. At-Tin: 4)

Makhluk yang paling sempurna diciptakan oleh Allah adalah kita para manusia. Sebagai makhluk-Nya yang paling sempurna, manusia memiliki keistimewaan dari makhluk lainnya. Keistimewaan itu berupa akal, hati, dan jasad. Dengan keistimewaan-keistimewaan tersebut terdapat berbagai macam potensi yang dapat dikembangkan dalam diri seorang insan. Dan dengan potensi-potensi yang dimilikinya, menjadikan manusia pun senantiasa dapat berinovasi. Namun, satu hal yang cukup jelas membedakan kita dengan makhluk-Nya yang lain adalah pada manusia Allah telah memberikan akal. Akal ini lah yang akan memilah inovasi manusia agar tidak salah.

Dalam kesempurnaan manusia pun, Allah telah menjadikan penglihatan, pendengaran, dan hati.
Katakanlah: "Dia-lah yang menciptakan kamu dan menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati nurani". (Tetapi) amat sedikit kamu bersyukur. (QS. Al-Mulk: 23)

Mengapa tidak dikatakan Allah telah menjadikan mata dan telinga? Karena, banyak yang memiliki mata, tetapi mereka tidak memiliki penglihatan. Mata mereka digunakan untuk melihat hal-hal yang tidak halal baginya. Banyak yang memiliki telinga, tetapi mereka tidak memiliki pendengaran. Telinga mereka hanya digunakan untuk mendengarkan aib-aib orang lain, mendengarkan berita-berita yang tidak jelas kebenarannya. Serta banyak pula mereka yang memiliki hati, tetapi hatinya tidak peka karena tidak digunakan untuk bersyukur, untuk memahami ayat-ayat Allah. Sebagaimana firman Allah:

"Dan sungguh, akan Kami jadikan isi neraka Jahanam kebanyakan dari jin dan manusia. Mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah), dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah) dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu bagai binatang ternak, bahkan mereka lebih rendah lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai” (QS. Al A'raaf: 179)

Selanjutnya, untuk apa penglihatan, pendengaran, dan hati kita? Apakah cukup sampai di situ saja? Tentu tidak, melainkan kita gunakan untuk melakukan visi kita sebagai manusia, yaitu KEPEMIMPINAN.

Rasulullah bersabda, “Setiap kamu adalah Pemimpin, dan setiap Pemimpin itu akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang Ia pimpin.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dan dalam menjalankan kepemimpinan, tentu lah harus ada misi yang akan kita jalani, yaitu:

1. Misi Kehambaan (‘Abid)

"Tidak lah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku" (QS. Adz-Dzariyat: 56)


“Wahai Manusia, sembahlah Rabbmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang sebelummu, agar kamu bertaqwa” (QS. Al-Baqarah : 21)


Aplikasinya adalah menjadikan kita orang yang bertaqwa, yaitu orang-orang yang senantiasa melaksanakan perintah Allah dan meninggalkan segala hal yang dilarang oleh Allah. Sehingga, jika terdapat suatu pertanyaan yang menyatakan bahwa “untuk apa kita shalat?”, “mengapa kita harus mengenakan jilbab?”, “mengapa harus puasa?”, dsb. Maka, jawabannya adalah sebagai bukti konkrit atau aplikasi pelaksanaan misi kita sebagai hamba Allah SWT. Oleh karena itu, puasa ,shalat, zakat, jilbab, dst sesungguhnya merupakan basic kita sebagai seorang Muslim. Jika saja amalan-amalan basic tersebut tidak benar, bagaimana dengan yang lainnya?


“Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara kaffah, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syetan. Sesungguhnya syetan itu musuh yang nyata bagimu”
(QS. Al-Baqarah : 208)

Perlu digaris bawahi kata-kata “Islam secara Kaffah”, tanpa pilih-pilih. Contohnya saja mengenai firman Allah SWT yang berbunyi, “Wa laa taqarabuzzina”. Maka, seharusnya kita menjauhi segala bentuk perbuatan-perbuatan tersebut tanpa banyak alasan dan execuses atau kelapangan-kelapangan yang kita berikan untuk diri kita sendiri. Mulai dari bersepi-sepian dengan lawan jenis, mengumbar pandangan, bersentuhan dengan yang bukan mahramnya, pacaran, dsb. Hal ini dapat kita analogikan dengan segelas es campur yang enak. Bagaimana jadinya jika kita mengetahui bahwa di dalam es campur tersebut telah ditetesi SETETES saja air comberan. Tentu kita pun tidak mau meminum es campur tersebut bukan? Kita hanya akan mau meminum es campur tersebut jika es campur tersebut kaffah/utuh es campur. Jika kita saja ingin yang sempurna, lalu mengapa dalam menjalankan syari’at-Nya kita memberikan yang setengah-setengah?

Kemudian, setelah kata "Islam secara Kaffah" diikuti dengan seruan "dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syetan"..hal tersebut berkaitan dengan teori yang menyatakan bahwa "sibukkan lah diri mu dengan kebaikan sebelum dirimu disibukkan dengan perbuatan-perbuatan bathil". Jadi, apabila kita tidak masuk Islam secara Kaffah, yaitu dengan benar-benar melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya tanpa memilih-milih perkara yang menguntungkan kita saja, maka niscaya syetan lah yang akan masuk dalam kehidupan kita. So, dalam menjalankan fungsi kita sebagai 'abid..penuhi lah hidup kita dengan semata-mata untuk beribadah kepada-Nya.

2. Misi Kekhalifahan

"Dan (ingat lah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat,"Aku hendak menjadikan khalifah di bumi". Mereka berkata,"Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan mensucikan nama-Mu?". Dia berfirman,"Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui" (QS. Al-Baqarah: 30)

Sebagai Khalifah, maka manusia..
Bukan Pemilik yang Hakiki (‘adamu haqiqatul mulkiyah). Karena pemilik dan penguasa yang hakiki adalah Allah, Sang Pencipta alam semesta. Manusia hanya mendapat amanah mengelolanya (QS. 35: 13, QS. 40:53). So, masih pantas kah kita berbangga diri dengan harta yang kita miliki saat ini? (yang sesungguhnya hanya lah sebuah titipan dan tidak lah abadi), masih pantas kah kita berbuat dzalim pada orang lain? Masih pantas kah kita berbuat sesuka kita? Padahal kita ini tidak lebih dari seorang hamba-Nya yang tidak bisa hidup tanpa rahmat dan segala karunia-Nya..Masih pantas kah??..

Bertindak Sesuai Kehendak yang Mewakilkan (at-tasharrufu hasba iradatil mustakhlif). Sebagai khalifah (wakil) Allah di bumi, maka ia harus bertindak sesuai dengan kehendak pihak yang mewakilkan kepadanya, yaitu Allah (QS. 76: 30, QS. 28: 68).

Tidak Menentang Aturan/Melampaui Batas (‘adamul ta’addil hudud). Dalam menjalankan tugasnya, manusia tidak boleh melanggar batas-batas yang telah ditetapkan Allah dalam syariat-Nya (QS. 100: 6-11).